Ibn Khaldun: Tanda Keruntuhan Negara adalah Aturan yang Berlebihan
Ibn Khaldun (1332–1406), seorang sejarawan dan filsuf sosial Muslim, dalam karya monumentalnya al-Muqaddimah, menjelaskan bahwa suatu peradaban akan runtuh apabila penguasa tidak lagi memimpin dengan keadilan. Baginya, salah satu ciri negara yang rusak adalah munculnya penindasan sistematis dan bertumpuknya peraturan yang mengekang masyarakat.
Menurut Ibn Khaldun, ketika penguasa kehilangan legitimasi moral, mereka akan berusaha mempertahankan kekuasaan dengan cara memperbanyak aturan, pajak, dan beban hukum. Alih-alih menciptakan keteraturan, hal ini justru melemahkan produktivitas, menghancurkan solidaritas sosial, dan mempercepat keruntuhan negara. Dengan kata lain, semakin banyak hukum yang tidak berpihak kepada rakyat, semakin terlihat rapuhnya bangunan negara itu sendiri.
Al-Mawardi: Bahaya Pemerintah Zalim dan Hukum yang Manipulatif
Al-Mawardi (972–1058), seorang ulama besar dari era Abbasiyah, dalam kitab Al-Ahkam al-Sultaniyyah menekankan pentingnya kepemimpinan yang adil. Ia memperingatkan bahwa seorang pemimpin yang zalim akan cenderung membuat aturan bukan untuk menegakkan kebenaran, melainkan demi melanggengkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri.
Bagi Al-Mawardi, hukum seharusnya menjadi instrumen menjaga keadilan dan kesejahteraan umat. Namun, bila hukum dijadikan alat untuk mengukuhkan kekuasaan yang tidak sahih, maka lahirlah ketidakadilan struktural. Pemerintah yang demikian, kata Al-Mawardi, bukan hanya gagal melindungi rakyat, tetapi juga menjadi penyebab utama kerusakan moral masyarakat.
Ulama Lain: Kekuasaan, Korupsi, dan Tumpang Tindih Hukum
Selain Ibn Khaldun dan Al-Mawardi, sejumlah ulama lain juga menyinggung fenomena serupa.
-
Al-Ghazali (1058–1111) dalam Ihya’ Ulum al-Din menulis bahwa kezaliman penguasa adalah fitnah terbesar bagi masyarakat, karena kerusakan dari atas akan lebih cepat merembet ke bawah.
-
Ibn Taymiyyah (1263–1328) menekankan bahwa keadilan adalah syarat utama tegaknya negara. Ia bahkan mengatakan, “Allah menegakkan negara yang adil meski kafir, dan tidak akan menegakkan negara yang zalim meski Muslim.”
-
Imam Ali bin Abi Thalib juga pernah berpesan, “Negara akan bertahan meski kafir, tetapi tidak akan bertahan dengan kezaliman.”
Pesan-pesan ini konsisten: negara tidak runtuh karena lemahnya militer atau miskinnya sumber daya, tetapi karena penguasa yang korup, aturan yang menindas, dan hukum yang kehilangan ruh keadilan.
Relevansi dengan Kondisi Kontemporer
Apa yang dikemukakan para ulama klasik itu terasa relevan hingga hari ini. Banyak negara modern justru menghadapi problem serupa: hukum yang tumpang tindih, aturan yang berlebihan, dan korupsi politik yang menggerogoti institusi. Semakin banyak regulasi yang dibuat demi kepentingan elite, semakin jauh hukum dari fungsinya sebagai pelindung rakyat.
Ulama Islam sejak berabad-abad lalu telah mengingatkan bahwa keadilan adalah fondasi utama peradaban. Tanpa keadilan, hukum hanyalah sekadar teks, dan kekuasaan hanyalah sarana penindasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT