Sejarah Gelar Haji di Nusantara
Melansir laman Kementerian Agama, pemberian gelar haji dan hajjah telah terjadi sejak masa silam.
Filolog Oman Fathurahman, atau Kang Oman dalam penjelasannya melalui Kemenag mengatakan, pasalnya, perjalanan menuju Tanah Suci bagi orang Nusantara menjadi perjuangan berat tersendiri, harus mengarungi lautan, menerjang badai berbulan-bulan, menghindari perompak, hingga menjelajah gurun pasir
Seorang yang pada akhirnya berhasil melalui ujian tersebut, lalu berhasil kembali selamat ke Tanah Air, kemudian dianggap berhasil mendapat anugerah dan kehormatan. Terlebih, Ka'bah dan Mekkah merupakan kiblat suci umat Islam sedunia.
Kenapa Harus Disematkan Gelar?
Antropolog UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi menjelaskan, tradisi penyematan gelar haji atau hajjah ini sejarahnya bisa dilihat dari tiga perspektif, yaitu perspektif keagamaan, kultural dan kolonial.
- Secara keagamaan
Haji merupakan perjalanan untuk menyempurnakan rukun Islam. Perjalanan yang jauh dan panjang, biaya yang mahal, persyaratan yang tidak mudah, penting dan tidak semua orang bisa lakukan.
Karenanya, gelar haji disematkan bagi siapa saja yang berhasil melakukannya.
- Secara kultural
Narasi dan cerita-cerita menarik, heroik, dan mengharukan selama berhaji juga terus berkembang menjadi cerita popular, sehingga semakin banyak orang tertarik naik haji.
Bahkan, sebagian besar tokoh-tokoh masyarakat juga bergelar haji. Karenanya, ibadah haji semakin penting dan gelar haji di Indonesia punya nilai dan status sosial yang tinggi
- Secara kolonial
Dulu, banyak perlawanan perjajahan berasal dari umat Islam, terutama yang baru haji.
Karenanya, disematkanlah gelar haji sejak 1916, agar lebih mudah mengawasi bagi yang memberontak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT