Khutbah I
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ولَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Puji dan syukur kita ucapkan pada Allah yang Maha Kuasa, berkat rahmat dan kuasanya, hari ini kita melaksanakan ibadah shalat Jumat secara berjamaah.
Selanjutnya, shalawat kepada Rasulullah SAW, yang telah memberikan teladan bagi kita semua bagaimana mencintai tanah air. Nabi dalam beberapa sabdanya, mempraktikkan cara mencintai tanah airnya, Makkah dan Madinah, yang beliau cintai dengan sepenuh hati.
اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
Allāhumma shalli wa sallim wa bārik ‘alā sayyidinā Muhammadin wa ‘alā ālihī wa shahbihī
Selanjutnya, sebagai khatib sudah menjadi tanggung jawab pada kami untuk mengajak diri pribadi secara khusus,dan kita semua, secara umum meningkatkan takwa dan iman pada Allah SWT, agar bahagia dunia dan akhirat.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Dalam Islam, anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran agama yang baik. Salah satunya adalah pelajaran tentang shalat. Dalam Islam, shalat adalah kewajiban bagi setiap muslim, dan seyogianya diperkenalkan pada anak sejak belia, agar senantiasa mengingat dan menjalankan shalat hingga dewasa kelak.
Dalam sebuah hadits dari Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi, bahwa Rasulullah menganjurkan orang tua untuk mulai mengajarkan anak-anak mereka tentang shalat sejak mereka berusia tujuh tahun. Jika anak-anak tersebut belum mau melaksanakan shalat, maka orang tua boleh memukul mereka sebagai bentuk didikan. Namun, pemukulan tersebut harus dilakukan dengan cara yang tidak menyakiti anak.
Namun, perlu diperhatikan bahwa hadits ini tidak menganjurkan orang tua untuk memukul anak-anak mereka secara berlebihan. Pemukulan hanya boleh dilakukan sebagai bentuk didikan terakhir jika anak-anak tersebut tidak mau melaksanakan shalat setelah diberi nasihat dan peringatan. Tujuannya, agar merasa memiliki tanggung jawab dalam hidupnya.
مُرُوْا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعٍ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ
Artinya: "Perintahkanlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sewaktu berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya sewaktu umur sepuluh tahun”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Untuk membuat anak mencintai dan menjalankan shalat, seyogianya anak-anak dibawa ke masjid. Sejatinya, masjid dapat menjadi tempat yang tepat bagi anak-anak untuk belajar tentang agama dan akhlak. Namun, tidak semua masjid ramah terhadap anak-anak. Oleh karena itu, perlu untuk menciptakan masjid yang ramah terhadap anak-anak.
Salah satu cara untuk menciptakan masjid yang ramah terhadap anak-anak adalah dengan meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW sangat menyayangi anak-anak. Lebih dari itu, Rasulullah memberikan contoh dan suri teladan dalam mewujudkan masjid yang ramah anak. Praktik yang dicontohkan Nabi ini, bisa menjadi guidance, bagi kita semua, terutama pengurus masjid [DKM], guna mewujudkan masjid ramah anak.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Pertama, dalam masjid Rasulullah senantiasa menyayangi anak-anak. Beliau mengizinkan anak-anak bermain di masjid. Suatu hari, Rasulullah SAW melihat anak-anak sedang bermain di masjid. Beliau tidak marah atau melarang mereka, tetapi justru membiarkan mereka bermain. Bahkan, beliau juga ikut bermain bersama mereka. (HR. Bukhari dan Muslim).
Lebih lanjut, beliau menggendong anak-anak saat shalat di masjid. Dalam riwayat, Nabi Muhammad SAW termasuk sosok yang sangat menyayangi anak-anak. Dalam hadis diriwayatkan sering bermain dengan anak-anak dan menggendong mereka, terutama cucu tercinta Hasan, Husen, dan Umamah. Pun, Nabi juga sering mencium dan memeluk anak-anak kecil. Rasa sayang Nabi SAW kepada anak-anak tidak hanya terbatas pada anak-anak beliau sendiri, tetapi juga kepada anak-anak umatnya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Dalam sebuah riwayat yang sahih menceritakan bahwa Rasulullah pernah membawa cucunya ke masjid untuk shalat. Saat shalat, Rasulullah saw pernah memperpanjang sujudnya. Pasalnya, cucunya tercinta dari Ali dan Fatimah R.A, Hasan atau Husain, bermain menaiki punggung kakeknya.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شَدَّادٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعِشَاءِ, وَهُوَ حَامِلٌ حَسَنًا أَوْ حُسَيْنًا, فَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَهُ, ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلَاةِ فَصَلَّى, فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا. قَالَ أَبِي فَرَفَعْتُ رَأْسِي, وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ سَاجِدٌ, فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُودِي, فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ قَالَ النَّاسُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِكَ سَجْدَةً أَطَلْتَهَا, حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ, أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ. قَالَ كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ, وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي, فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ [رواه النسائي و أحمد].
Artinya: "Dari Abdullah bin Syaddad dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah SAW keluar kepada kami pada salah satu shalat Isya, dan beliau sedang menggendong Hasan atau Husain. Rasulullah SAW maju dan meletakkannya, kemudian bertakbir untuk shalat dan shalat. Beliau sujud di antara dua rakaat shalatnya dengan sujud yang lama. Ayahku berkata: “Aku mengangkat kepalaku, dan ternyata anak itu berada di punggung Rasulullah SAW saat beliau sujud, maka aku kembali ke sujudku.”
Ketika Rasulullah SAW telah menyelesaikan shalat, orang-orang berkata: “Wahai Rasulullah, engkau sujud di antara dua rakaat shalatmu dengan sujud yang lama, sehingga kami mengira bahwa ada sesuatu yang terjadi, atau bahwa engkau sedang menerima wahyu. “Rasulullah SAW bersabda: “bukan karena semua itu, tetapi cucuku (Hasan atau Husain) menjadikanku sebagai kendaraan, maka aku tidak mau membuatnya terburu-buru, (aku biarkan) hingga ia selesai dari bermainnya.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Pada riwayat lain juga dijelaskan bahwa Rasulullah menceritakan tentang Nabi Muhammad saw yang pernah mengimami shalat di masjid sambil menggendong Umamah binti Abi al-‘Ash, yaitu anak Zainab binti Muhammad saw, di atas pundaknya. Apabila beliau rukuk maka beliau meletakkan Umamah, dan apabila beliau berdiri dari sujud, maka Nabi menggendongnya kembali.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ, فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا, وَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُودِ أَعَادَهَا [رواه البخاري و مسلم].
Artinya: "Dari Abu Qatadah al-Anshari (diriwayatkan) ia berkata, saya melihat Nabi saw mengimami shalat orang-orang sambil menggendong Umamah binti Abi al-‘Ash, yaitu anak Zainab binti Muhammad saw, di atas pundak beliau. Apabila beliau rukuk maka beliau meletakkan Umamah, dan apabila beliau berdiri dari sujud maka mengembalikannya (maksudnya menggendongnya kembali)" [HR. al Bukhari nomor 5537 dan Muslim nomor 845].
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Kedua, memperhatikan kenyamanan masjid untuk anak-anak. Perhatian tentang kenyamanan masjid merupakan salah satu hal penting dalam mewujudkan masjid ramah anak. Hal ini karena masjid merupakan tempat ibadah yang umum digunakan oleh anak-anak. Oleh karena itu, masjid perlu dirancang dan dikelola sedemikian rupa agar nyaman bagi anak-anak.
Rasulullah SAW telah memberikan contoh yang baik dalam mewujudkan masjid ramah anak. Suatu waktu, ketika menjadi Imam shalat berjamaah, Nabi mempersingkat shalat karena mendengar tangisan bayi. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW sangat memperhatikan kenyamanan anak-anak, bahkan dalam hal beribadah.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّي لَأَدْخُلُ فِي الصَّلَاةِ وَأَنَا أُرِيدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ
Artinya: "Ali bin Abdullah berkata, Yazid bin Zurai' berkata, Sa'id berkata, Qatadah berkata, Anas bin Malik berkata, Nabi SAW bersabda, "Saya pernah masuk ke dalam salat dan saya ingin memperpanjangnya, tetapi saya mendengar tangisan bayi, maka saya memendekkan salat saya karena saya tahu betapa sedihnya ibunya karena tangisannya."
Dalam hadits tersebut, memendekkan shalatnya karena beliau tahu betapa sedihnya ibunya karena tangisannya. Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW sangat memperhatikan kebutuhan umatnya, termasuk kebutuhan seorang ibu yang sedang mengurus bayinya. Beliau tidak ingin menambah beban bagi seorang ibu yang sedang kesulitan mengurus bayinya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Ketiga, masjid ramah anak adalah yang mencegah dan menghilangkan diskriminasi pada anak-anak. Perilaku ini dianggap sebagai bentuk kekerasan terhadap anak, karena melanggar hak anak untuk beribadah. Dalam Islam, tidak ada ketentuan bahwa anak-anak harus berada di shaf paling belakang. Bahkan, dalam beberapa hadits, Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar anak-anak dibiarkan berada di shaf depan, agar mereka bisa meniru dan belajar dari orang dewasa.
Ada beberapa alasan mengapa orang tua atau dewasa melakukan perilaku tersebut. Salah satunya adalah karena mereka menganggap anak-anak akan mengganggu kekhusyukan shalat orang dewasa. Alasan lainnya adalah karena mereka ingin mengajarkan anak-anak untuk patuh dan menghormati orang dewasa. Namun, perilaku tersebut justru dapat membuat anak-anak merasa takut dan terintimidasi. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap perkembangan psikologis anak, dan dapat membuat mereka enggan untuk beribadah.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Dalam kitab Mughnil Muhtaj, disebutkan bahwa anak kecil yang datang lebih dahulu tidak boleh ditarik ke belakang untuk diganti dengan orang dewasa yang datang belakangan. Hal ini karena anak kecil juga berhak untuk menempati shaf paling depan dan berhak memperoleh tempat untuk shalat.
فلو سبق الصبيان بالحضور لم يؤخروا للرجال اللاحقين كما لو سبقوا إلى الصف الأول فإنهم أحق به على الصحيح
Artinya: "Jika anak laki-laki datang lebih awal, mereka tidak boleh diusir untuk memberi tempat kepada laki-laki yang datang belakangan. Begitu pula jika mereka datang lebih awal ke saf pertama, mereka berhak menempatinya menurut pendapat yang benar."
Masjid ramah anak adalah penting untuk mewujudkan cita-cita Islam tentang keadilan dan kesetaraan. Dengan memastikan bahwa semua anak merasa diterima dan aman di masjid, masjid dapat menjadi tempat yang memperkaya kehidupan anak-anak dan membuat masyarakat menjadi lebih baik.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Keempat, masjid ramah anak adalah masjid yang melarang terhadap berbagai bentuk kekerasan, baik fisik seperti memukul, maupun non-fisik seperti pelecehan seksual, verbal, atau emosional.
Kekerasan terhadap anak merupakan pelanggaran hak anak yang harus dihindari. Anak-anak berhak untuk tumbuh dan berkembang dengan aman dan nyaman. Masjid sebagai salah satu tempat ibadah dan pusat kegiatan masyarakat juga memiliki peran penting untuk melindungi anak dari kekerasan.
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا أَيُّ يَوْمٍ أَحْرَمُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَالُوا يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلَا لَا يَجْنِي جَانٍ إِلَّا عَلَى نَفْسِهِ وَلَا يَجْنِي وَالِدٌ عَلَى وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ عَلَى وَالِدِهِ
Artinya; "Dari Sulaiman bin ‘Amr bin al-Ahwash, dari ayahnya yang mendengar Nabi SAW bersabda ketika haji Wada`: 'Hai sekalian manusia. Ingatlah, hari manakah yang lebih suci?' Orang banyak menjawab: 'Hari Haji Akbar.' Nabi SAW bersabda: 'Sungguhnya darahmu, hartamu, dan kekayaanmu adalah suci di antara kamu sebagaimana sucinya harimu ini, pada bulanmu ini, di negerimu ini. Ingatlah, tidaklah sekali-kali seseorang melakukan tindak kejahatan melainkan akibatnya akan menimpa dirinya sendiri. Orang tua tidak boleh berbuat jahat kepada anaknya dan seorang anak tidak boleh berbuat jahat kepada orang tuanya.” (H.R. Ibnu Majah)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Dengan demikian, masjid ramah anak memiliki beberapa karakteristik, salah satunya adalah melarang terhadap berbagai bentuk kekerasan. Hal ini dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk beribadah, belajar, dan bersosialisasi.
Terakhir, marilah kita bersama-sama menciptakan masjid ramah anak, sehingga anak-anak merasa nyaman dan betah berada di masjid. Dengan demikian, kita dapat menanamkan kecintaan para anak-anak kita terhadap masjid dan menumbuhkan karakter religius pada diri mereka kelak.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ الأَيَاتِ وَألذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ