Ketika jenazah sudah sempurna diletakkan ke dalam pemakaman, umat Islam menaburi kembang di atasnya. Demikian pula ketika umat Islam sedang melakukan ziarah kubur.
Ziarah kubur adalah tradisi yang diperbolehkan dalam agama. Bahkan Rasulullah Muhammad menganjurkan ziarah kubur, karena hikmahnya adalah untuk mengingatkan pada akhirat.
Hadits yang menganjurkan ziarah kubur bersifat umum tanpa ada batasan waktu. Sehingga, kapan saja orang berziarah ke kuburan hukumnya adalah boleh, termasuk menjelang Ramadhan, atau pada Hari Raya.
Ketika menjelang Ramadhan umat Islam berduyun-duyun ziarah ke kuburan leluhur, mendoakan ahli kubur dan menabur kembang.
Ada yang bertanya, bagaimana status hukum menabur bunga di atas makam. Apakah tradisi tersebut sesuai dengan tuntunan Islam?
Penaburan bunga atau kembang di atas makam didasarkan pada riwayat shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam meletakkan dahan basah di atas makam untuk meringankan siksa ahli kubur.
وَالدّليل مَا وردَ فِي الحدِيث الصّحِيح مِنْ وَضْعِه عليْه الصّلاة والسّلام الجَريدَة الخضْراء، بعْدَ شقِّها نِصفَين علَى القبْرين اللذَين يُعذَّبان، وتعليْله بالتّخْفيف عنهُما ما لمْ ييبسا أي يخفف عنهما ببركَة تسبيحِهما؛ إذ هُو أكمَل مِن تسبيح اليَابس، لِما في الأخضرِ مِن نوع حيَاة
“Dalilnya adalah riwayat dalam hadits shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah meletakkan dahan hijau yang segar setelah membelahnya menjadi dua bagian di atas dua makam yang ahli kuburnya sedang disiksa. Tujuan peletakan dahan basah ini adalah peringanan siksa keduanya selagi kedua dahan itu belum kering, yaitu diringankan keduanya dengan berkah tasbih kedua dahan tersebut. Pasalnya, tasbih dahan basah lebih sempurna daripada tasbih dahan kering karena hijau segar mengandung daya hidup,” (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Beirut, Darul Fikr: tt], cetakan keempat, juz II, halaman 672).
Sehingga para ulama fikih menyatakan:
يُسنّ وضْع الْجريد الاخضَر علَى القبْر وكَذا الرّيْحان ونحْوه مِن الشّيء الرّطب
"Disunnahkan meletakkan dahan pohon yang masih hijau segar di atas kuburan. Demikian pula hal-hal yang mengandung aroma yang sedap atau serupa dari zat yang basah segar," (As-Syarbini, Al-Iqna' pada Hamisy Tuhfatul Habib, {Beirut, Darul Kutub al Islamiyah: 1996 M/1417 H}.
Juz II halaman 570-571).
Demikianlah bahwa dalil tradisi masyarakat muslim Nusantara itu ada pijakannya, bahkan dari hadits yang shahih.
Ustadz Yusuf Suharto, Pakar Aswaja, pengurus Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT